Author : Mahdia:)
“Assalamualaikum”
“Wa’alaikumsalam....eh kamu ta le ,sini..sini..
Ada apa ta,pagi – pagi kok sudah mertamu kerumah budhe,ma’af
ya le ,rumahnya rada berantakan”
“Iya budhe ndak apa – apa....iya,saya kesini minta izin
ngajak Lia buat jalan – jalan,bolehkan budhe?”
“Iya le,masuk dulu Lianya masih mandi,tunggu sebentar ya
le..”
“Njeh budhe..”
Rumah sederhana,namun
penuh kenangan,ditempat inilah aku mengenal keluarga ini.Kutatap atap rumah
yang mulai keropos itu,dinding rumah
yang terbuat dari papan – papan yang tersusun rapi,dimakan waktu hingga mulai
lapuk.Lantai rumah yang mulai rusak,hingga meja kursi yang mulai usang.Miris
rasanya melihat keadaan ini.Sangat jauh berbeda dengan rumahku di
Yogyakarta,yang cukup nyaman.
“Lho mas Gilang,kok pagi – pagi sekali ta kesininya? Katanya
mau pergi jam delapan? Ma’af yo mas nunggu lama”.
“Iyo ndak apa – apa,lebih cepat kan lebih baik” ucapku
tersenyum saat Lia tiba – tiba datang menganggetkanku dalam lamunan.
Pagi ini,Lia terlihat lebih cantik dari biasanya,dengan
T-shirt lengan panjang warna putih dan
celana jeans yang serasi dipadukannya itu.Sangat sederhana bukan?
Ya,memang yang aku suka darinya.
Sangat simple dan apa adanya.
“Mas Gilang!
Kenapa ta? Ada yang aneh ya sama aku?”
Ah! Aku melamun lagi! dari tadi aku menatapnya telalu
seduktif mungkin.
“Ah...ndak
kok,gimana ya ? Kamu beda aja hari ini” jawabku terbata – bata.
“Beda gimana ta
mas? Jelek ya? Yaudah,aku ganti baju lagi ya?”
“Eh....eh... ndak
usah! Ayo langsung jalan aja ya...”
“Oke deh!” ucap
Lia penuh senyum.Senyum yang akan kurindukan.Senyum yang merubah hidupku.Senyum
tulus penyemangatku.
Cuaca sedang
bersahabat.Langit terang,angin sepoi – sepoi,haah...indahnya dunia ini.
Rencananya,pagi ini aku ingin mengajak Lia untuk kepantai mumpung hari libur
dan mungkin ini waktu yang tepat pula untuk berpamitan padanya.Walau sedikit
mendadak.
Kulihat
Lia sangat menikmati pemandangan pantai pagi ini.Seutas senyum terlihat jelas di
bibir indahnya.Matanya yang mungil itu hanya tertuju pada gulungan ombak yang
berkejar – kejaran tak pernah letih.Sepanjang hari,kerudung birunya serasa
ingin terbang terkena terpaan angin pagi itu.
“Pemandangannya
indah ya mas...” ucap Lia dengan senyuman khasnya.
“Hem....kamu benar,sangat indah....”ucapku
perlahan memejamkan mataku.
“Mas Gilang,ada
apa ta kok mendadak pagi- pagi ngajak jalan – jalan kesini ? tanya Lia dengan
wajah polosnya.Gemas rasanya melihat raut wajah Lia saat itu,ingin sekali
tangan ini mencubit pipi tembemnya itu.
“Kenapa ? Kamu ndak
suka ? apa karna tiap sore kita sering kesini,terus kamu bosan? Ucapku datar”
“Ndak kok mas,aku
suka,mas jangan bilang gitu ya...Lia minta ma’af”ucap Lia dengan nada memelas.
Ingin rasanya aku aku tertawa melihat ekspresi Lia saat itu.
“Lia,Lia kamu itu
terlalu polos” gumamku dalam hati
“Hahaha...aku Cuma
bercanda kok,jangan nangis ya..hahaha...”ucapku sambil tertawa terbahak –
bahak.
“Ih! Mas Gilang kok
gitu sih! tak kira mas Gilang serius loh! mas Gilang jail!!”jawab Lia sambil
memukul – mukul pundakku.
Tingkahnya sangat menggemaskan sekali.Aku hanya tertawa
melihat tingkah Lia yang seolah – olah marah padaku.Mungkin aku akan merindukan
tingkah lucu Lia saat aku pergi nanti.
“Mungkin ini
waktunya untuk memberi tahukan pada Lia” gumamku dalam hati.
“Lia...”ucapku
pelan dengan nada serius & tenang.
“Iya mas
Gilang..ada apa ?” jawab Lia penasaran
“Emm...tapi kamu
janji jangan marah ya?’ tanyaku pada Lia.Aku masih ragu.
“Iya mas,ada apa
ta? Aku ndak akan marah kok...”
Kini aku yakin akan
mengatakannya pada Lia.Apapun respon dari Lia,aku harus menerimanya.
“Lia ma’af
sebelumnya,aku ndak ngomong dari awal sama kamu,tapi aku takut kamu marah.”
“Kenapa ta mas ? ada
apa ? ngomong sama aku!”ucap Lia penasaran.
Aku semakin nekad untuk mengatakannya.
“Besok,aku akan
balik ke Yogyakarta,ibu memintaku untuk kuliah disana.”
“Kenapa baru bilang
sekarang ta mas? Kenapa ndak dari kemarin – kemarin ? kamu nganggep aku itu apa
? terus kalau mas Gilang mau balik ke Yogya,gimana sama simbah mas Gilang?
Simbah kakung sama mbah putri kan sudah sepuh mas,mas Gilang ndak kasian ta
sama mbahnya mas Gilang?”
Tak tega rasanya
melihat Lia meniikan air matanya.Dari raut wajahnya,bisa ku tebak,dia belum
rela jika aku pulang ke Yogyakarta.Sudah cukup lama kami saling mengenal
tapi,baru kali ini aku melihat Lia menangis.Aku hanya diam,tidak mampu berkata
– kata.Rasanya ada batu besar yang mengganjal tenggorokanku hingga aku susah
berkata – kata.
“Mas Gilang mau ke
Yogya siapa ? naik apa? Nanti gimana sama simbahnya mas Gilang?” tanya Lia yang
terus menerus menghujaniku.
“Simbah nanti mau dijemput sama bapak naik mobil
pribadinya,sambil bawa barng – barangnya simbah yang ada dirumah,tapi aku ke Yogya
besok,naik sepeda motor.Ibuku minta agar simbahsekalian tinggal di Yogya.”
“Jadi,mas Gilang mau
menetap di Yogya lagi gitu?.” Tanya Lia dengan isak tangisnya.”
“Iya Lia,tapi kamu
jangan khawatir ya,aku akan sering – sering main ke Semarang kalau ada waktu
luang,aku janji sama kamu.”
Lia masih saja menangis,iya kita memang akrab,sejak aku
pindah dari Yogya ke Semarang ikut simbahku.Saat itu umurku 15 tahun,sampai
sekarang aku tidak bisa menolak keinginan ibuku.Aku terlalu banyak menyusahkan.
“Sudah kamu jangan
nangis lagi ya,wajahmu itu jelek kalo lagi nangis tau” ejekku untuk menghibur
Lia
“Tapi mas janji
y,mau sering sering main kesini ?”
“Iya” seutas senyum
terpancar dari bibir kami
Hari mulai siang
kami memutuskan untuk pulang.Sesampainya di rumah,aku melihat mobil bapakku.
“Kamu dari mana ta
le ? ayo ikut bapak sekalian ya ?”
“Ndak usah pak aku
ke Yogya besok saja,masih ada urusan yang harus diselesaikan,nanti barang –
barangku aja ya,yang sekalian dibawa” ucapku pada bapak.
Iya,aku menolak ajakan bapak,karena aku belum siap untuk
berpisah dengan Lia.
“Yaudah,bapak
berangkat dulu ya,sama simbah”
“Iya pak”
“Assalamualaikum...”
“Wa’alaikum
salam...”
Lia,sungguh berat
rasanya berpisah denganmu.
Namun apa
daya,inilah takdir,Lia
Pagi yang cukup cerah,segera aku berkemas untuk selanjutnya
berpamitan dengan keluarga Lia.
“Assalamualaikum...budhe”
“Eh nak Gilang,mau
kemana ta ?”
“Budhe,Gilang mau
pamitan sama budhe,pakdhe,mas Doni sama Lia juga,Gilang mau pindah ke
Yogya,budhe”
“Lho kok,dadakan ta
le ? bapak sama Doninya lagi pergi lagi pergi itu,kalau Lianya tadi baru saja
ke pasar”
“Iya budhe,ndak apa
– apa,sampaikan salam buat pakde,mas Doni sama Lia ya budhe,Gilang pamit
dulu.Assalamualaikum...”
“Wa’alaikum
salam,cah bagus....ati – ati ya le..”
“Njeh budhe...”
Kukendarai
motor ninja pemberian kak Refan,dalam pikiranku terbayang wajah keluargaku yang
menantiku di Yogyakarta sana,wajah bapak,ibu,mbah kakung,mbah putri,kak
Refan,dek Rafa,tapi.....sekilas terlintas wajah Lia,mas Doni,budhe Ratih,pakde
Agus,keramahan mereka akan selalu aku kenang..ah!pikiranku buyar!
Ku tambah
kecepatan motorku,tiba – tiba di depan ku ada sebuah truk yang sepertinya
supirnya kehilangan kendali atau mengantuk,aku kaget dan....”brraak!!!”
Motorku menyerempet
truk itu hingga terpental dipinggir jalan.Kepalaku terasa sakit,saat kucoba
memegang kepalaku,darah mengalir deras disana.Pandanganku sudah tak jelas,semua
terasa samar – samar,tubuhku terasa lemas aku tergeletak dipinggir jalan.
Terdengar teriakan dari
sekerumunan orang mengelilingiku.Semua
terasa gelap,kata – kata terakhir yang sempat terucap adalah “Lia,ma’afkan
aku”.Semuanya terasa gelap dan kesadaran ku hilang saat itu juga.
Tuhan,jika
kami harus berpisah
Haruskah
maut yang memisahkan
Tuhan,kumohon
padamu
Sampaikan
perasaan ini padanya
Jagalah
dirinya,Tuhan....
Sampaikan
rasa ini,
Rasa
yang tak sempat terucap ini...
Jangan
biarkan ia menangis karna aku
Tuhan,jagalah
orang yang ku cintai
Orang – orang
yang ku sayangi.....
Jangan
biarkan duka tetap menyelubungi diri mereka........
Aku
serahkan padamu Tuhanku......
» END »